OrditanGo
... just be a humble and spot on time ...
Tuesday, March 22, 2005
Rigoritas
Ada satu pertanyaan yang patut dilontarkan untuk coba dipikir dan dianalisis. Manakah yang lebih penting? Memberi kail ataukah memberi ikan dulu? Yang mana yang akan Anda pilih sebagai jawaban?
Memberi ikan terlebih dahulu berarti kita mengganggap orang tersebut tidak mampu atau belum mampu. Tapi ada satu pengecualian. Kalau orang itu tidak mampu karena alasan tertentu, itu tidaklah salah. Tidak mampu karena cacat, belum mampu menghasilkan, sakit, cacat, belum mampu menghasilkan itu masih dapat dimaklumi, karena keterbatasan mereka. Tapi ketika mereka sudah mampu dan layak, maka saat itu juga berikanlah pancing!
Tapi kalau seseorang yang mampu tapi selalu diberi ikan tanpa memberikan pancing, itu sama saja menjerumuskan orang itu ke dalam jurang kehancuran. Atau dengan kata lain, memanjakan tidak mendidik seseorang menjadi mandiri. Bila ingin ikan, berikan pancing untuk memancing. Pada awalnya ajarkanlah dasar dari cara memancing, setelah itu biarkanlah dia memancing dan menemukan gaya memancing sesuai dengan kemampuan dan kepribadiannya. Hasil yang didapat itulah yang akan seseorang miliki dan nikmati
Kerja keras. Itu adalah syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan. Tanpa kerja keras, mustahil segala sesuatu dapat diraih.
Kerja keras akan membentuk kita sebagai pribadi yang tangguh, mampu menghargai sesuatu, membuat kita tidak cengeng, menjadi lebih kreatif dan mampu membawa diri.
Dalam setiap usaha pasti akan ada jatuh bangun jatuh bangun jatuh bangun dan jatuh bangun….
Jatuh bukanlah akhir, justru jatuh itu adalah awal dari sebuah proses untuk menuju keberhasilan. Jatuh juga membuat seseorang dapat menghargai sesuatu dan belajar sesuatu tentang sesuatu dari sesuatu. Orang yang tidak pernah mengalami sakit cenderung bermental kerupuk, karena ketika dia mengalami kesusahan atau gagal, dia akan merasa bahwa dia adalah orang yang paling sengsara dan merana di dunia. Padahal masih banyak orang yang bahkan lebih parah kondisinya dari pada orang tersebut.
Nikmat dari rasa jatuh itu adalah rasa sakitnya :) rasa sakitnya yang mengajarkan kita untuk tidak cengeng dan mempunyai rigoritas yang kuat untuk mencoba dan mencoba lagi tanpa ada kata jera selama kita masih mampu dan punya tekad untuk maju atau dengan kata lain mempunyai motivasi yang benar benar kuat untuk maju.
Kadang kalau perhatikan lebih jauh, banyak orang yang ketika gagal dalam suatu hal dia akan kehilangan motivasi dan kehilangan rasa percaya diri, merasa takut untuk memulai sesuatu hal. Mengapa? Salah satu hal penyebabnya yaitu, orang itu tidak pernah mengalami hidup yang susah, tidak pernah mau menempa diri dan menceburkan diri dalam kerasnya hidup, yang hanya tahu mengadahkan tangan ketika membutuhkan, menghabiskan ketika berlimpah dan tidak pernah mau mencoba untuk hidup sedikit prihatin.
Tapi yang jelas, jangan berbangga dengan kesuksesan, tetapi bersyukurlah. Jangan pula berkecil hati karena kegagalan yang kamu alami walaupun kamu telah berusaha sekuat tenaga, sebab yang dilihat bukanlah kegagalannya tapi nilai dari usaha kamu yang terkandung didalamnya.
Keberhasilan, kesuksesan, kejayaan adalah mutiara dari mojithil yang awal mulanya terbentuk perlahan dari dari sebuah titik yang kecil di dasar air yang keruh dan berpasir.
Mengagumkan bukan?
“Sukses adalah satu titik kecil di puncak gunung kegagalan.”
Friday, March 18, 2005
Mencapai Titik Tertinggi Gunung Es
Kadang untuk menjawab pertanyaan dari orang-orang tersebut, aku sendiri sampai bingung bagaimana caranya menjelaskan kepada mereka, karena aku pribadi merasa belum cukup cakap, belum cukup besar dan yang terpenting, aku merasa belum cukup sukses.
Tapi setelah dipikir pikir, ini sedikit dari hasil pemikiran dan perenunganku. Menurutku banyak orang salah dalam melihat dan menilai proses terbentuknya kesuksesan dan menjadi besar. Banyak orang berpikir segala sesuatu dapat diraih dengan mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Mereka berpikir pada dasarnya sukses itu apabila banyak cukup harta untuk dikelola, mereka juga berpikir dengan otak yang brilian atau setidaknya cukup cerdas mereka dapat meraih apa yang namanya satu "kesuksesan" dan "besar". Mereka tidak sepenuhnya benar. Tidak sepenuhnya benar dalam artian finansial yang cukup mapan atau mempunyai otak yang cukup cerdas berarti kesuksesan berada dalam genggaman.
Dan, satu lagi alasan mengapa aku mengatakan mengapa kedua faktor di atas tidak sepenuhnya benar, --pembandingan terbalik-- karena dua faktor di atas mau tak mau, harus kita akui juga merupakan faktor yang cukup penting, tapi hanya sebatas faktor pendukung bukan faktor/hal yang terpenting (itu menurut sudut pandang aku) dalam mencapai apa yang namanya sukses dan besar.
Kerja keras, mau bersusah payah, tidak cengeng, kreatif, mampu membawa diri dan motivasi yang kuat. Itu jawaban dari semuanya (masih menurut aku ^o^ karena setiap orang mempunyai alasan dan penjelasan yang berbeda). Semuanya itu harus berjalan beriringan dan harus dipupuk ketika kita tumbuh dan berkembang dalam proses pencarian jati diri kita sebagai manusia.
Semua faktor di atas akan aku uraikan satu persatu dilain waktu, karena butuh waktu untuk mencari dan menyusun kata kata yang tepat supaya lebih mudah dicerna..
Segala sesuatu menjadi besar karena diawali dari hal-hal kecil; sebagaimana langkah langkah besar dimulai dari langkah langkah yang kecil.
Karena itu jangan hanya melihat segala sesuatu dari langkah yang besar dan jejak yang jelas terlihat, tetapi perhatikan juga bagaimana langkah-langkah kecil yang dijalani dalam perjalanan yang panjang dan rumit hingga terbangun langkah-langkah besar.
Apa yang sudah tertanam, bila tertanam dengan baik, akan mekar dan bertumbuh lebat, hingga berbuah banyak.
Begitu pula nyala api. Nyala api biasanya bermula dari pijaran-pijaran kecil, kemudian mencoba untuk terus menyala di tengah terpaan angin. Kalau api itu mampu menyala di tengah terpaan angin, maka dia akan mampu berkobar semakin besar, semakin terang.
Karya tidak diukur dengan angka dan lembaran kertas, tetapi dengan relasi serta dihargainya sebagai pribadi yang hidup. Relasi terjadi lewat proses. Maka proseslah yang dipentingkan, bukan hasil.
Maka kita harus selalu bertanya dalam hati, dengan tiga buah pertanyaan, yaitu:
> "Apakah yang telah aku lakukan?"
> "Apakah yang sedang aku lakukan?"
> "Apakah yang akan aku lakukan?"
Wednesday, March 16, 2005
Just Update
Pasang shoutbox...
ugh... lapeeerrrr